Berikut ini kami akan membagikan artikel dalam bidang ilmu hadits, tentang bagaimana sebuah kitab hadits disusun.
Ada beberapa cara dalam proses penyusunan kitab hadits, yaitu:
1. Berdasarkan bab suatu perkara. Metode ini merupakan metode yang umum digunakan dalam penyusunan kitab hadits shahih dan sunan. Misalnya ada bab thaharah (bersuci), maka semua hadits tentang bersuci ada pada bab ini. Kemudian bab shalat, maka semua hadits tentang shalat dimasukkan dalam bab ini, dan seterusnya [1].
2. Berdasarkan nama perawi yang menerima dari Rasulullah S.A.W. Metode ini merupakan meetode penyusunan hadits yang ada dalam kitab musnad, seperti musnad Imam Ahmad bin Hanbal. Metode ini merangkumkan hadits berdasarkan perawi yang menerima dari Rasulullah S.A.W. Misalnya ada nama perawi Ibnu ‘Abbas r.a., maka semua bernama hadits yang diriwayatkan oleh beliau akan dimasukkan ke dalam bab ini. Ringkasnya bab pada kitab-kitab yang disusun dengan metode ini disusun berdasarkan nama perawi. Metode ini memang membuat para pelajar hadits kesulitan menemukan hadits dalam bidang tertentu, namun ulama telah mengarang kitab tertentu untuk menemukan hadits dalam kitab musnad seperti kitab Miftah kunuzis sunnah dan taisirul manfa’ah.
3. Berdasarkan huruf pertama hadits. Secara ringkas, kitab ini mirip dengan sebuah kamus. Setiap hadits yang diawali dengan huruf alif akan dimasukkan dalam bab alif, dan seterusnya. Contoh kitab yang disusun dengan metode ini adalah Al-jamiush shaghir karya Imam As-Suyuthi.
4. Berdasarkan perkara tertentu. Ibnu Hibban menyusun kitab hadits berdasarkan lima pembagian bab, yaitu
- Bab suruhan
- Bab larangan
- Bab khabar
- Bab ibadat, dan
- Bab pekerjaan (Af’al).
Demikianlah beberapa cara para ulama dalam menyusun kitab hadits. Semoga bermanfaat bagi yang membacanya dan juga bagi penulis ini dan bagi penulis yang menjadi referensi bagi kami.
Sumber: Tgk. M. Hasbi A dalam “sejarah dan pengantar ilmu hadits” dengan parafrase.
0 komentar
Posting Komentar